Areen & Noi. Powered by Blogger.
RSS

Skin Prick Test bukanlah Gold Standart untuk Alergi

Saya adalah penderita alergi (dermatitis), suami saya bersaudara juga penderita alergi (konjungtivitis, rhinitis), dan anak saya pun demikian (asma, alergi obat). Ya, alergi memang dihubungkan dengan predisposisi genetik, dapat diturunkan dan kami adalah keluarga penderita alergi, hehee..


Reaksi alergi bisa dicetuskan oleh alergen yang bersumber dari makanan, obat, gigitan serangga, menghirup alergen dari udara maupun kontak kulit. Penanganan alergi dengan menghindari pencetus tentu lebih baik dibandingkan mengkonsumsi obat-obat antialergi. Namun pada prakteknya cukup sulit menemukan penyebab alergi. Biasanya setelah mengalami alergi, orang akan menghubungkannya dengan makanan tertentu dan kemudian melakukan pantang makanan yang dicurigai sebagai pencetus alergi (food avoidance). Permasalahannya, pantang makanan yang tidak tepat bisa berbahaya. Pada anak dapat menyebabkan kondisi kurang gizi atau gagal tumbuh.

Bicara mengenai prosedur diagnosis alergi, Skin Prick Test (SPT) telah sangat populer dan biasanya akan direkomendasikan pada kecurigaan alergi. SPT telah dikenal sejak lebih dari satu abad yang lalu dan masih digunakan hingga saat ini sebagai alat diagnostik dengan akurasi cukup tinggi. SPT memiliki keuntungan dibanding alat diagnostik alergi lain, karena selain sederhana, cepat dan juga ekonomis.

SPT merupakan tes in vivo yang dilakukan dengan menyuntikkan jarum khusus yang diberi alergen. Penyuntikan dilakukan di kulit lengan sisi dalam sehingga tidak menimbulkan luka. Sebelum melakukan tes pastikan anda tidak mengonsumsi obat antialergi selama 3-7 hari. Hasil dapat diketahui dalam waktu 15-20 menit.


doctorsgates.blogspot.de


Meskipun akurasi SPT sebagai alat diagnostik cukup baik, namun kita harus berhati-hati dalam interpretasi hasil SPT, karena bagaimana kita menginterpretasikannya akan berpengaruh terhadap penanganan, gaya hidup dan diet penderita alergi. SPT bukanlah gold standart (baku emas) untuk diagnosis alergi. Hasil SPT harus diinterpretasikan dalam konteks riwayat penyakit, dimana didapatkan gejala klinis alergi dan adanya paparan alergi. Hasil positif tidak menjamin bahwa alergen itulah pencetus reaksi alergi. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai SPT:

- SPT merupakan alat diagnostik yang baik untuk mengetahu apakah kita TIDAK ALERGI, bukan apakah kita ALERGI terhadap suatu alergen (negative predictive  value tinggi, positive predictive value rendah). Penelitian melaporkan untuk susu dan telur, 50% hasil false positive (positif palsu), dan <5% false negative (negatif palsu). Untuk kacang, 70% positif palsu dan 10% negatif palsu. 

- Hasil positif SPT dapat terjadi tanpa gejala klinis. Hasil positif mengindikasikan adanya IgE yang secara teknis positif, tetapi mungkin gejala tidak terjadi pada paparan terhadap alergen. Hal ini disebut 'false positive' atau 'silent sensitization'. Akan tetapi secara individual dapat diklasifikasikan sebagai atopik (suatu kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi).

- Ukuran reaksi indurasi SPT dapat berkorelasi dengan kecenderungan (likelihood) bahwa pasien secara klinis reaktif terhadap alergen, akan tetapi tidak berkorelasi dengan keparahan manifestasi alergi. Semakin besar ukuran indurasi, semakin besar pula kecenderungannya reaktif terhadap alergen pada tes challenge.

- Tes alergi positif dapat berarti alergi secara klinis, tetapi mungkin tidak relevan (pasien tersensitisasi dan secara klinis reaktif, tetapi tidak terekspos alergen, sehingga bukan merupakan penyebab gejalanya).

- SPT dapat positif pada pasien yang memiliki riwayat alergi sebelumnya dan sudah membaik.

- Hasil negatif dapat terjadi meskipun dengan adanya alergi yang diperantarai oleh IgE, disebabkan karena ekstrak alergen yang tidak adekuat.

- Skin prick test negatif pada anak tidak menyingkirkan kemungkinan terjadinya alergi di masa mendatang.

- False positive (positif palsu) dan false negative (negatif palsu) dapat terjadi karena alasan teknis atau karena human error.

- SPT tidak sesuai untuk diagnosis alergi yang tidak diperantarai oleh IgE.

- Hasil negatif dengan adanya riwayat alergi yang jelas harus dipikirkan mekanisme penyebab yang lain.

- Jika hasil equivocal atau tidak berkorelasi dengan riwayat alergi, tes challenge dengan alergen yang dicurigai mungkin diperlukan.


Apakah IgE dan reaksi alergi yang diperantarai oleh IgE?
Pada reaksi alergi, tubuh menghasilkan antibodi yang dikenal sebagai immunoglobulin E (IgE) yang akan bereaksi dengab alergen (zat penyebab alergi)  Reaksi ini mencetuskan sel mast yang terdapat di kulit, saluran napas, mata dan saluran cerna utuk mengeluarkan substansi seperti histamin dan leukotrin serta prostaglandin. Proses ini akan menimbulkan gejala alergi. Reaksi ini dapat berlangsung cepat, akan tetapi bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari (reaksi tipe lambat).


Apakah Tes RAST?
Ini adalah tes kedua yang biasanya direkomendasikan selain SPT untuk mengetahui penyebab alergi.
RAST (Radioallergosorbent Test) adalah tes in vitro yang berguna untuk mengukur konsentrasi dari immunoglobulin E (IgE) makanan spesifik dalam darah pasien: dimana semakin tinggi konsentrasi IgE maka semakin tinggi juga kecenderungan untuk bereaksi terhadap protein spesifik dari makanan tertentu tersebut. Berbeda dengan skin prick test, metode RAST menguji allergen dengan mengambil sampel serum darah sebanyak 2 cc.

Mana yang Lebih Baik antara SPT dengan RAST?
Pada pasien yang menderita alergi kacang, 22% negatif pada pemeriksaan RAST, dan 0,5% negatif pada pemeriksaan SPT. Pada pasien yang dapat mentoleransi kacang, 40% positif pada pemeriksaan RAST, dan 46% positif pada pemeriksaan SPT.   Jadi menurut penelitian ini, untuk SPT negative predictive  value lebih rendah dan positive predictive value tinggi dibandingkan RAST). Mengkombinasikan keduanya, mungkin akan meningkatkan akurasinya.


Apakah Tes Challenge?
Tes Challenge merupakan prosedur untuk untuk mencari penyebab dan memastikan penyebab alergi. Prosedur ini dapat sebagai prosedur lanjutan terhadap SPT. Prosedur ini meliputi eliminasi makanan yang dicurigai sebagai penyebab alergi dan kemudian provokasi makanan untuk menemukan penyebab pasti alergi. Tes challenge merupakan prosedur spesialistik dan merupakan gold standart untuk alergi (sekitar 3% false negative dan 1% false positive).



Referensi:

Sporik R, et al. Specificity of allergen skin testing in predicting positive open food challenges to milk, egg and peanut in children. Clinical Exp Allergy 2000; 0:1540-6

Clark at, Ewan PW. Interpretation of tests for nut allergy in one thousand patients, in relation to allergy or tolerance. Clinical Exp Allergy 2003; 33 1041-45

Isolauri E., Turjanmaa K. Combined skin prick and patch testing enhances identification of food allergy in infants with atopic dermatitis. Journal of Allergy and Clinical Immunology 1996; 97 9–15



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment